Udara malam begitu dingin. Angin masuk dari
jendela kamar Renata, membuat poninya berantakan. Mata Renata memandang ke luar
jendela, menghitung rintik-rintik air hujan, sesekali dialihkan matanya ke jam
dinding di sudut kamarnya. Sudah hampir jam 9 malam. 'Kemana dia?
Kenapa sekarang dia jarang kasi kabar ke aku?'
Sambil tetap menerawang langit, pikiran Rena
mulai mengingat lagi kejadian akhir-akhir ini dalam hubungannya dengan Bryan,
pacarnya. Sudah setahun ini dia menjadi pacar seorang mahasiswa peternakan,
Universitas Harapan, Jogjakarta. Walaupun satu kampus, tapi Rena masuk di
jurusan Akuntansi, yang jauh gedungnya dengan gedung peternakan. Bahkan, jam
kuliah mereka sering beda. Beberapa minggu ini Rena jarang-jarang kontak dengan
Bryan, paling sehari hanya pas malam saja. Kata Bryan, ia sibuk dengan PKL
(Praktek Kerja Lapangan) nya, juga dengan persiapan skripisinya. Masih ada lagi
penelitian-penelitian yang mengharuskannya kerja kelompok setelah jam kuliah
usai.
Lamunannya terhenti ketika ponselnya berbunyi.
Buru-buru ia meraih ponsel di kasurnya dan melihat nama yang tertera di layar
ponselnya. 'Hufttt...,' desahnya.
"Iya?" dengan malas Rena menyapa orang
di seberang telepon.
"Kok lemes gitu sih, Ren?"
"Sorry, Nat. Aku kira yang telepon
Bryan,"
"Jadi kamu kecewa ternyata aku yang
telepon?" canda Natali meski ia tau Renata akan tersenyum kalo Bryan sudah
memberi kabar padanya.
"Aku harus gimana ni? Bahkan sms ku dari
tadi siang belum dibalas, telepon ku nggak pernah diangkat. Masak sih bales sms
aja nggak bisa? Aku takut, jangan-jangan yang diomongin mantannya bener,"
"Udahlah, Ren. Mungkin dia emang sibuk.
Kalo kamu tetap mau lanjutin hubungan kalian, kamu harus bisa percaya
dia," ia memang tau bahwa Bryan benar-benar sibuk, waktu itu ia pernah
melihat Bryan memaki-maki mantannya yang deketin dia mulu.
"Tapi aku udah putusin, lebih baik aku
selesain hubungan ini. Aku capek baca sms-sms mantan dia. Aku nggak tahan,
Nat," perlahan air mata Renata mulai menetes.
"Oke, Ren. Apapun keputusanmu, aku tetap
akan dukung kamu," Natali nggak tau harus bagaimana. Di satu sisi ia
melihat Bryan memang sibuk, tapi di sisi lain, ia kasihan melihat Renata
terus-terusan mendapat sms ancaman dari mantan Bryan.
"Thanks ya, Nat,"
Rena meletakkan ponselnya lagi di kasur dan
mulai merebahkan diri siap untuk tidur. Dering HPnya, tanda sms masuk
terdengar, namun sekali lagi ia harus kecewa, sms itu bukan dari Bryan tapi
dari Yola, mantan Bryan sekaligus teman sefaktultas dan seangkatan. Jadi Bryan
memang lebih sering bertemu Yola ketimbang Rena.
Ren, kamu tau nggak? Sekarang
ini aku lagi ngedate sama Bryan. Kita makin dekat aja nih. Walopun dulu sempat
putus gara-gara kamu. Ha8x..
Rena langsung menghapus sms itu, hatinya terasa
semakin sakit. Dulu pernah Rena mendatangi rumah Bryan untuk menanyakan
kebenaran sms Yola, tapi kata Mamanya, ia sedang menginap di rumah temannya,
sewaktu ditelepon, Bryan malah marah-marah padanya dan minta supaya tidak
diganggu dulu karena sedang membuat laporan penelitian. Setelah kejadian itu,
Rena hanya pasrah saja ketika mendapat sms dari Yola. Ia berharap sms-sms Yola
itu bohong, 'tapi kenapa ketika Yola sms pasti Bryan juga nggak ada kabar?'
|
"Kamu jadi, Ren mutusin Bryan? Nggak
nyesel?" Natali menemani Rena menuju taman sebelah gedung fakultas
peternakan.
"Ya, semalam aku udah sms dia ngajak
ketemuan, dia bilang sih oke-oke aja,"
"Kamu masih sayang sama dia kan?"
"Nat, aku masih sayang sama dia, sayang
banget malah. Tapi dianya aja sibuk, nggak tau kemana, apalagi Yola sekarang
hobi banget sms aku, bikin panas hati aja. Mungkin memang lebih baik aku relain
Bryan, Yola juga kan yang lebih dulu cinta sama Bryan. Bener dia, aku yang
ganggu hubungan mereka,"
"Bisa
aja kan karena mereka berdua sedang ada penelitian di kampus dan Yola tau, saat
itu Bryan nggak akan nemuin kamu, makanya dia sms kamu kalo dia lagi jalan sama
Bryan,"
"Entahlah, tapi aku capek, Yola nggak akan
berhenti gangguin aku kalo aku masih jadi pacar Bryan,"
Dari jauh Rena dan Natali sudah melihat Bryan
duduk di taman. Cowok itu selalu on-time setiap janjian ketemuan. Rena
menghampiri Bryan, sedangkan Natali menunggu di dekat warung minuman sekitar
taman, berjaga-jaga jika nanti sahabatnya memerlukannya.
"Hai...," sapa Bryan sambil memeluk
Rena, "Aku kangen kamu," bisiknya. Rena hanya tersenyum, 'Andai
aja nggak ada masalah sama Yola, aku pasti akan balas peluk Bryan'
"Mau ngomong apa, Butterfly?" tanya Bryan
sambil keduanya duduk.
'Ya Tuhan..., panggilan itu.
Fiuhhh..., kalo dia masi manggil aku kayak gitu, apa aku tega coba mutusin dia?
Tapi kalo nggak diputusin, mantannya gimana? Aku harus bisa!'
"Hmm..., Coklat, aku mau ngomong tapi kamu
janji jangan marah ya?"
Yah, Coklat itu panggilan Rena ke Bryan karena
dia suka coklat dan Rena sendiri suka Butterfly.
"Iya, janji. Ada apa? Serius banget sih
kamu?"
"Mmm..., kita..., kita sampai sini aja
ya," bisik Rena hati-hati.
Setengah tak percaya, Bryan berdiri, matanya
terbelalak kaget, senyumnya memudar dari bibirnya.
"Kenapa? Aku salah apa? Ada masalah apa
sih? Bukannya selama ini kita nggak pernah ada masalah yang serius? Kamu
jelasin dong ke aku...,"
"Nggak, Coklat. Kamu nggak salah, nggak ada
yang salah, aku minta maaf. Tadi kamu udah janji kan nggak akan marah?"
"Cowok mana yang nggak marah kalo pacarnya
minta putus tanpa alasan yang jelas? Apa kenangan kita selama ini nggak ada
artinya buat kamu?"
Air mata mengalir deras, kepala Rena menunduk,
nggak ada keberanian untuk menatap wajah Bryan, wajah yang penuh ketulusan
mencintai dan menyayanginya. Ia tau Bryan memang cowok baik-baik, tapi
ancaman-ancaman Yola membuatnya harus menyudahi hubungan itu supaya ia bisa
hidup lebih tenang.
“Maafin aku, Coklat. Terimakasih ya buat
semuanya, aku sayang kamu,” hanya itu yang bisa diucapkan Rena kemudian ia
pergi meninggalkan Bryan sambil berlinang air mata.
Bryan menatap kepergian Rena dengan pandangan
kosong, ia masih belum percaya baru saja ia diputuskan oleh pacarnya. ‘Rena
tadi bilang aku sayang kamu? Tapi kenapa dia mutusin aku? Ya, mungkin akibat
akhir-akhir ini aku sibuk, sehingga Rena merasa nggak aku perhatiin lagi. Bego
banget aku!’
|
”Bryan, aku dengar kamu sudah putus sama Rena?
Kok bisa sih? Katanya cinta mati…,” Yola menghampiri Bryan yang saat itu sedang
membuat laporan di laboratorium.
”Apa urusannya sama kamu? Iya, aku putus sama
dia seminggu yang lalu,” Bryan tak mengacuhkan Yola dan tetap memandang kertas
di hadapannya.
“Nggak pa-pa kok, cuma tanya aja. Masih banyak
kali, Bry yang mau jadi cewek kamu, jadi mending nggak usah kejar-kejar lagi
cinta dia,” ucap Yola sambil tersenyum penuh kemenangan.
Bryan segera membereskan buku-buku dan
kertasnya, segera meninggalkan Yola karena malas ngobrol dengannya.
|
Dear Diary,
Kenapa ya aku masih inget coklat mulu? Padahal
ini udah seminggu aku putus sama dia. Hmm…, sekarang Yola nggak pernah lagi sms
aku. Baguslah, jadi hidup aku sekarang bisa tenang. Tapi aku kangen sama
coklat, aku masih sayang banget sama dia, harusnya kemarin aku bilang masalah
sms Yola, yahh…kali aja coklat bisa bantu nyelesain, tapi aku takut juga kalo
ntar malah bikin mereka bertengkar. Huft…serba susah jadi aku,
yaudahlah…mungkin ini memang yang terbaik.
Kupejamkan mata ini, mencoba tuk melupakan
Segala kenangan indah, tentang dirimu tentang
mimpiku
Semakin aku mencoba, bayangmu semakin nyata
Merasuk hingga ke jiwa, Tuhan tolonglah diriku
Entah dimana dirimu berada, hampa terasa hidupku
tanpa dirimu
Adakah disana kau rindukan aku, seperti diriku
yang slalu merindukanmu
Tak bisa aku ingkari, engkaulah satu-satunya
Yang bisa membuat jiwaku, yang pernah mati
menjadi berarti
Namun kini kau menghilang bagaikan di telan bumi
Tak pernahkah kau sadari arti cintaku untukmu.
Love,
Renata
|
Jam 12 siang selesai kuliah, Rena ingin
cepat-cepat pulang, tugasnya masih ada setumpuk, ditambah tugas mata kuliah
yang hari ini diberikan. Ia menuju tempat parkir motor yang ada di sebelah
gedung fakultasnya. Dari seberang jalan terlihat seseorang yang ingin
menyeberang sambil membawa banyak sekali buku-buku tebal, orang itu benar-benar
sangat familiar baginya. Suara klakson yang terus-terusan berbunyi memekakkan
telinga Rena, membuatnya panik dan bingung antara menolong orang itu atau
tidak.
“Yolaaa! Awasss!” teriak Rena sambil berlari dan
memutuskan untuk menolong Yola.
BRAKKK! CIIITTTT! suara
rem mobil terdengar seperti dipaksakan agar mobil segera berhenti, tubuh Rena
terpental keras. Orang-orang berlarian menghampiri Rena yang sudah tak sadarkan
diri.
“Rena! Rena! Ya ampun, tolong dong! Jangan
diliatin aja!” seseorang akhirnya berhasil memanggil sebuah taksi dan membawa
Rena yang ditemani Yola menuju ke rumah sakit terdekat.
|
“Gimana Rena?” tanya Bryan yang datang bersama
dengan Natali.
“Belum tau. Maaf ya, Bry, ini semua karena aku,
Rena yang nolongin aku waktu aku mau nyebrang. Ucap Yola penuh dengan perasaan
bersalah.
“Semoga Rena baik-baik aja,” Bryan dan Natali
mengintip dari jendela kecil di atas pintu.
30 menit kemudian dokter keluar dari dalam
ruangan.
“Bagaimana keadaan Rena, Dok?” tanya Bryan
was-was.
“Pasien kehilangan banyak darah dan ada
keretakan di otaknya akibat benturan yang sangat keras,”
“Tapi Rena masih bisa diselamatkan kan, Dok?”
“Maaf, kami sudah berusaha sebaik mungkin, namun
Tuhan berkata lain,”
Bryan berlari segera memasuki ruang ICU, Rena
masih tetap saja tertidur, tersungging senyum tulus dari bibirnya, sangat
manis. Cewek yang sangat ia cintai tetapi ia gagal menjaganya, ia sangat
menyesali hal itu, kini ia benar-benar harus kehilangan Rena untuk selamanya.
Dipeluknya tubuh Rena untuk yang terakhir.
“Rena, aku sayang kamu, aku cinta kamu, aku
harap hubungan kita masih bisa diperbaiki, tapi kenapa kamu lebih dulu pergi
ninggalin aku? Maafin aku karena aku nggak bisa jaga kamu, maafin aku kalo aku
kecewain kamu. Semoga kamu bahagia di sana. Aku selalu kangen kamu, butterfly,”
Yola dan Natali masuk ke dalam ruangan, air mata
tak bisa tertahan lagi. Mereka mengecup kening Rena untuk yang terakhir
kalinya.
|
Pagi ini cuaca begitu cerah, tapi tidak untuk
hati Bryan yang harus berada di depan makam orang yang dicintainya.
“Kak Bryan,” panggil Natali ketika acara
pemakaman telah selesai, “Ini buku harian Rena, aku nemuinnya waktu beres-beres
kamar Rena kemarin. Aku rasa Kak Bryan perlu baca ini karena masalah dalam
hubungan kalian tertulis jelas dalam buku ini,”
Pulang dari pemakaman, Bryan segera mengunci
diri di kamar, ia sibuk membuka dan membaca buku harian Rena. Satu demi satu
halaman sudah ia baca, hingga ia bisa menyimpulkan masalah apa yang sebenarnya
membuat Rena harus menyudahi hubungan mereka. Rasa sakit yang amat sangat
menjalar ke semua tubuhnya, terutama hatinya. Rena rela menyudahi hubungannya
hanya untuk Yola. ‘Ya Tuhan, cowok macam apa aku ini? Aku sudah
menyia-nyiakan orang yang begitu baik, begitu mencintai aku,’ hatinya perih
sekali, andai saja ia tau umur Rena sangat singkat, ia pasti akan meninggalkan
segala macam laporan-laporan penelitiannya dan menyerahkan seluruh waktunya
demi Rena sehingga nggak ada lagi salah paham dengan sms-sms Yola. Kini gantian
ia yang harus merelakan Bryan, bukan untuk oranglain, namun untuk surga yang
telah menantinya. Terakhir yang ditulis Rena adalah
“Renata Love Bryan Forever”
Bryan mengambil bolpoin yang ada di atas
mejanya, ia menuliskan sesuatu di halaman buku Rena.
Waktu terasa semakin berlalu
Tinggalkan cerita tentang kita
Akan tiada lagi kini tawamu
Tuk hapuskan semua sepi di hati
Ada cerita tentang aku dan dia
Saat kita bersama, saat dulu kala
Ada cerita tentang masa yang indah
Saat kita berduka, saat kita tertawa
Teringat disaat kita tertawa bersama
Ceritakan semua tentang kita…
Love,
Bryan
(Coklat-Butterfly forever)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar