Aku bukanlah seorang yang mudah bersosialisasi. Aku tak mempunyai banyak teman, tetapi aku sangat berterimakasih kepada Allah SWT karena Ia telah berbaik hati mengirimkanku seorang sahabat yang berhati malaikat. Cukup lama kami bersahabat, kurang lebih tiga tahun terakhir ini. Dia adalah Rania Novana. Kami betemu tiga tahun lalu disebuah rumah sakit di kota Bandung. Au sangat menyayangi Rania, karena dia ibarat mata untukku.
“Nadine, brownies buatan mama sudah jadi !” Kata
Mama membuyarkan lamunanku.
“Ah.. Ehm…” Jawabku dengan terbata-bata.
“Ah.. Ehm…” Jawabku dengan terbata-bata.
“Melamun lagi ya? Memangnya anak Mama sedang melamun
apa sih?”
“Ehm, kapan ya ma Nadine bias melihat dunia yang
indah ini?”
“Loh ko, Nadine biacara seperti itu saying?”
“Nadine ingin sekali melihat wajah Mama, Rania, dan
hal lainnya?”
“Sabar ya sayang, suatu hari nanti pasti ada
seseorang yang mendonorkan matanya untukmu. Sudah daripada kamu sedih mending
cicipi duu brownies buatan Mama !” Hibur Mama yang selalu menyejukkan hatiku.
Aku ambil brownies yang disodori Mama.
“Ehm, enak sekali Ma.”
“Assalamu’alaikum.” Terdengar suara seseorang
mengucapkan salam. Aku hafal suara itu, aku yakin itu Rania.
“Wa’alaikumsalam.”
“Rania, ayo masuk, da cicipi brownies buatan
Mamaku, rasanya enak loh.”
“Wah, baru datang langsung disambut dengan
brownies, aku cicipi ya?”
“Silahkan Ran.”
“Ehm, lezat tante. O’ya, tante akub oleh ajak
Nadine ke taman/”
“Boleh, lagi pula Nadine terlihat suntuk didalam
rumah terus.”
“Terimakasih tante, ayo Nadine kita ketaman !”
“Sama-sama, hati-hati ya?”
“Iya..”
Rania mengajakku krtaman perumahan ini. Kali ini
kami pergi ke taman menggunakan sepeda. Hembusan angin sore terasa menyejukkan
untukku. Kurang lebih 5 menit mengayuh pedal sepeda, Rania menuntunku menuju
bangku taman.
“Huuuhhhh…’’
Kudengar desah nafas panjang Rania yang terdengar
berat. Apa dia lelah atau sedang ada masalah? Dengan sabar kunantikan lanjutan
pembicaraannya.
“Tempat ini sangat indah, aku menyukainya . Apa
kau juga sama sepertiku?”
“Walau aku ta bias melihat tetapi aku masih bias
merasakannya.”
“Suatu hari nanti kamu pasti bisa melihat
keindahan taman ini. Nadine, didunia ini hal apa yang ingin sekali kamu lakukan?”
“Melihat wajahmu, Mama, tempat ini, dan banyak
hal lainnya, dan yang paling utama adalah… Aku ingin membalas budi baik kaian.
Kau sendiri apa?”
“Aku ingin kau melihatku, Mamamu, tempat ini, dan
hal lainnya dengan mataku.”
Suasana menjadi hening, kami sibuk dalan fikiran kami masing-masing.
Suasana menjadi hening, kami sibuk dalan fikiran kami masing-masing.
“Apa yang kau bicarakan Rania? Bukankah kau telah
menjadi mataku selama ini? ” Ujarku memecahkan keheningan.
“TiDak Nadine, seutuhnya mata ini.”
Kami kembali terdiam, aku masih mencerna
kata-kata Rania yang membuatku tercengang.
Kudengar suara langkah kaki yang menjauh.
“Rania, kamu mau kemana?”
“Membeli gelembung, kamu tunggu sebentar ya?”
Pintanya padaku.
Buuukkk. Kurasa ada sebuah benda yang mengenai kakiku, benda itu seperti bola.
“Permisi, boleh kuminta bolaku?” Pinta seorang pria padaku, kurasa ia sebaya denganku.
Buuukkk. Kurasa ada sebuah benda yang mengenai kakiku, benda itu seperti bola.
“Permisi, boleh kuminta bolaku?” Pinta seorang pria padaku, kurasa ia sebaya denganku.
“Nona, bolaku?” Tanyanya sekali lagi.
Kuraba permuaan tanah ini, dimana bolanya? Ya Allah, seandainya aku bisa melihat pasti sudah kuberi bola itu. Ah sial dimana bolanya?
Kuraba permuaan tanah ini, dimana bolanya? Ya Allah, seandainya aku bisa melihat pasti sudah kuberi bola itu. Ah sial dimana bolanya?
“Nona, bolanya ada disamping kiri kakimu.”
“Ah, ini bolanya. Maaf menunggu lama.”
“Terima kasih. Nona mengapa kau sendirian?”
“Sama-sama.aku tidak sendirian,aku bersama
temanku, kebetulan ia sedang pergi sebentar” jelasku pada pria itu.
“Permisi ya. Aku kembali bermain bola dulu, sekali
lagi terima kasih.”
“Sama-sama”
“Lama sekali Rania, kemana dia? Bagaimana aku
pulang?
30 menit aku menunggu Rania, mengapa ia tidak kembali kebangku taman ini? Mungkin sekarang sudah 1 jan aku menunggu Rania. Mengapa hanya membeli gelembung saja lama sekali. Sudah 1 setengah jam aku menunggu , apa aku pulang saja ya? Mungkin Rania ada keperluan mendadak. Yasudah aku pulang saja daripada nanti mama khawatir menungguku.”
30 menit aku menunggu Rania, mengapa ia tidak kembali kebangku taman ini? Mungkin sekarang sudah 1 jan aku menunggu Rania. Mengapa hanya membeli gelembung saja lama sekali. Sudah 1 setengah jam aku menunggu , apa aku pulang saja ya? Mungkin Rania ada keperluan mendadak. Yasudah aku pulang saja daripada nanti mama khawatir menungguku.”
“Hai,” sapa seorang pria .
“Hai juga”
“Pulang sendiri? Dimana temanmu?” Tanya pria itu
dengan ramah.
“mungkin ia ada urusan mendadak jadi pulang
terlebih dahulu.”
“Maaf, boleh aku mengantarmu pulang? Aku khawatir
denganmu.”
Apa makdsudnya? Aku baru mengenalnya tadi. Bahkan
namanya pun aku tidak tahu. Ku cerna kembali tawarannya kepadaku.
“Ah maaf jika aku lancing. Aku hanya ingin
membantumu pulang. Dan anggap saja tawaranku ini sebagai wujud terima kasih ku
kepadamu. Perkenalkan namaku Nauval, rumahku disebelah timur taman ini. Aku
pindahan dari Jakarta.”
“namaku Nadine ,rumahku disebelah barat taman
ini.”
“kamu mau terima tawaranku.?” Tanya nauval lagi.
“kamu kasihan ya sama aku?”
“kasihan? Tidak, aku hanya ingin berterima kasih
kepadamu, dengan tawaran ini. Aku tahu kita baru saja kenal, aku bukan orang
jahat. Tenang saja aku tidak menculikmu. Hehehe.”
Aku rasa nauval tulus menolangku. Tak ada perkataan yang terdengar mencurigakan.
Aku rasa nauval tulus menolangku. Tak ada perkataan yang terdengar mencurigakan.
“baiklah, aku terima tawaranmu.”
“aku antar naik sepeda ya.”
Aku hanya tersenyum seraya mengindahkan
perkataannya.
“Nadine, bolehkan aku menjadi temanmu?”
“ehm, tentu saja boleh, tetapi..”
“mengapa kau menggantung pembicaraan mu?”
“ah. Tetapi apa kau tidak malu berteman dengan
orang buta sepertiku?”
“Nadine, tidak baik bicara seprti itu . aku ingin
berteman denganmu ikhlas tanpa memandang kekuranganmu.” Jawab nauval dengan
tulus.
“terima kasih ,telah menerimaku apa adanya.”
“rumahmu blok apa?”
“B 02/no.01, jalan manggis .”
“B 02/ no.01, sudah sampai. Mari ku tuntun.”
“Assalamu’alaikum.”
“Wa’alaikum salam. Loh kok pulangnya diantar
laki-laki?. Rania kemana nad.?”Tanya mama heran melihatku pulang bersama
nauval.
“perkenalkan nama saya nauval , lengkapnya Nauval
al-aziz bu. Saya tetangga baru disini.”jelas nauval seraya menjulurkan
tangannya, dan disambut oleh tangan halus mama.
“oya, saya Zahra , ibu Nadine.”
“bu saya pamit pulang ya. Sebentar lagi azan
manghrib,”
“tidak mampir dulu nak.?”tawar mama pada nauval.
“terima kasih ,bu tapi lain kali saja. Saya takut
ibu saya khawatir mencari saya.”
“ya sudah tidak apa-apa. Ibu banyak berterima
kasih padamu karena sudah mau mengantar Nadine pulang.”
“sama-sama bu, Nadine, aku pamit pulang ya?”
Assalamu’alaikum” Ujar Naufal penuh kesantunan.
“Wa’alaikumsalam.” Awabku dan ibu hamper
serentak.
Kini hari-hari kulewati bersama Naufal. Dia pria
yang baik, lembut,santun serta humoris. Hampir setiap sore Naufal dating
kerumahku, terkadang ia membawa bunga mawar putih untukku, mengalunkan dawai
biolanya, sungguh kebahagian yang kurasakan.
“Assalamu’alaikum.Nadine..Nak ada berita baik untukmu.”
“Wa’alaikumsalam. Kabar baik apa ma?”
“Tadi mama habis dari rumah sakit, dan pihak
rumah sakit mengabarkan bahwa ada seseorang yang ingin mrndonorkan matanya untukmu.”
Jelas mama panjanglebar.
“Benarkah? Alhamdulillah terimakasih ya Allah,
Kau telah mengabulkan do’a hamba dan mama hamba.”
Ketika hendak menuju kerumah Nadine, tiba-tiba
dari arah yangberlawanan menabrak Naufal. Naufal terpental hingga jarak 10km
dari tempat kejadian. Disekujur tubuhnya dipenuhi oleh darah segar yang
mengalir. Sebelum menghembuskan nafas terakhirnya. Ia berucap :
“Ya Allah, jika ini ajalku maka sampikanlah
kepada orang-orang terkasihku bahwa aku menyayanginya. Umi, Abi, Nadine, dan
RANIAA.. lailahaillauh.
3 jam kemudian, ditempat lain Nadine sedang besiap-siap untukmelakukan operasi matanya. Sang ibu menanyakan kepada sang suster tentang biodata orang yang menjadi pendonor mata anaknya.
3 jam kemudian, ditempat lain Nadine sedang besiap-siap untukmelakukan operasi matanya. Sang ibu menanyakan kepada sang suster tentang biodata orang yang menjadi pendonor mata anaknya.
“Sebelumnya ada seorang pasien yang mendonorkan
matanya pada anak ibu. Dia adalah Rania Novana, tetapi karena ada salah satu
saraf matanya yang tidak berfungsi jadi kami menolaknya.”
“Astaghfirullahaladzim, ya Rabb, Raniaaaaaa…..
Lalu siapa pasien yang mendonorkan matanya lagi sus?”
“Pasien itu bernama Naufal Al-Aziz, dia meninggal
2 jam yang lalu, dan dari pihak keluaganya menyampaikan bahwa mendonorkan mata
ananya kepada pasien yang benama Nadine Pratiwi adalah suatu amanat.”
“Ya Allah, apakah ini takdirmu, hamba sungguh
berterimakasih pada mereka ya rabb, Innalillahiwainalillahirajiun selamat jalan
duhai sahabat anakku, semoga engkau damai disisi Allah.
Inilah akhir dari sepenggal kisah pengorbanan seorang sahabat yang rela mengorbankan kebahagiaannya untuku. Terimakasih Rania, Naufal, aku menyayangimu.”
Inilah akhir dari sepenggal kisah pengorbanan seorang sahabat yang rela mengorbankan kebahagiaannya untuku. Terimakasih Rania, Naufal, aku menyayangimu.”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar