Sabtu, 01 Desember 2012

MATA UNTUKMU

oleh  :  Nur Fajriah













Aku bukanlah seorang yang mudah bersosialisasi. Aku tak mempunyai banyak teman, tetapi aku sangat berterimakasih kepada Allah SWT karena Ia telah berbaik hati mengirimkanku seorang sahabat yang berhati malaikat. Cukup lama kami bersahabat, kurang lebih tiga tahun terakhir ini. Dia adalah Rania Novana. Kami betemu tiga tahun lalu disebuah rumah sakit di kota Bandung. Au sangat menyayangi Rania, karena dia ibarat mata untukku.

“Nadine, brownies buatan mama sudah jadi !” Kata Mama membuyarkan lamunanku.
            “Ah.. Ehm…” Jawabku dengan terbata-bata.
“Melamun lagi ya? Memangnya anak Mama sedang melamun apa sih?”
“Ehm, kapan ya ma Nadine bias melihat dunia yang indah ini?”
“Loh ko, Nadine biacara seperti itu saying?”
“Nadine ingin sekali melihat wajah Mama, Rania, dan hal lainnya?”
“Sabar ya sayang, suatu hari nanti pasti ada seseorang yang mendonorkan matanya untukmu. Sudah daripada kamu sedih mending cicipi duu brownies buatan Mama !” Hibur Mama yang selalu menyejukkan hatiku. Aku ambil brownies yang disodori Mama.
“Ehm, enak sekali Ma.”
“Assalamu’alaikum.” Terdengar suara seseorang mengucapkan salam. Aku hafal suara itu, aku yakin itu Rania.
“Wa’alaikumsalam.”
“Rania, ayo masuk, da cicipi brownies buatan Mamaku, rasanya enak loh.”
“Wah, baru datang langsung disambut dengan brownies, aku cicipi ya?”
“Silahkan Ran.”
“Ehm, lezat tante. O’ya, tante akub oleh ajak Nadine ke taman/”
“Boleh, lagi pula Nadine terlihat suntuk didalam rumah terus.”
“Terimakasih tante, ayo Nadine kita ketaman !”
“Sama-sama, hati-hati ya?”
“Iya..”
Rania mengajakku krtaman perumahan ini. Kali ini kami pergi ke taman menggunakan sepeda. Hembusan angin sore terasa menyejukkan untukku. Kurang lebih 5 menit mengayuh pedal sepeda, Rania menuntunku menuju bangku taman.
“Huuuhhhh…’’
Kudengar desah nafas panjang Rania yang terdengar berat. Apa dia lelah atau sedang ada masalah? Dengan sabar kunantikan lanjutan pembicaraannya.
“Tempat ini sangat indah, aku menyukainya . Apa kau juga sama sepertiku?”
“Walau aku ta bias melihat tetapi aku masih bias merasakannya.”
“Suatu hari nanti kamu pasti bisa melihat keindahan taman ini. Nadine, didunia ini hal apa yang ingin sekali kamu lakukan?”
“Melihat wajahmu, Mama, tempat ini, dan banyak hal lainnya, dan yang paling utama adalah… Aku ingin membalas budi baik kaian. Kau sendiri apa?”
“Aku ingin kau melihatku, Mamamu, tempat ini, dan hal lainnya dengan mataku.”
Suasana menjadi hening, kami sibuk dalan fikiran kami masing-masing.
“Apa yang kau bicarakan Rania? Bukankah kau telah menjadi mataku selama ini? ” Ujarku memecahkan keheningan.
“TiDak Nadine, seutuhnya mata ini.”
Kami kembali terdiam, aku masih mencerna kata-kata Rania yang membuatku tercengang.
Kudengar suara langkah kaki yang menjauh.
“Rania, kamu mau kemana?”
“Membeli gelembung, kamu tunggu sebentar ya?” Pintanya padaku.
Buuukkk. Kurasa ada sebuah benda yang mengenai kakiku, benda itu seperti bola.
“Permisi, boleh kuminta bolaku?” Pinta seorang pria padaku, kurasa ia sebaya denganku.
“Nona, bolaku?” Tanyanya sekali lagi.
Kuraba permuaan tanah ini, dimana bolanya? Ya Allah, seandainya aku bisa melihat pasti sudah kuberi bola itu. Ah sial dimana bolanya?
“Nona, bolanya ada disamping kiri kakimu.”
“Ah, ini bolanya. Maaf menunggu lama.”
“Terima kasih. Nona mengapa kau sendirian?”
“Sama-sama.aku tidak sendirian,aku bersama temanku, kebetulan ia sedang pergi sebentar” jelasku pada pria itu.
“Permisi ya. Aku kembali bermain bola dulu, sekali lagi terima kasih.”
“Sama-sama”
“Lama sekali Rania, kemana dia? Bagaimana aku pulang?
30 menit aku menunggu Rania, mengapa ia tidak kembali kebangku taman ini? Mungkin sekarang sudah 1 jan aku menunggu Rania. Mengapa hanya membeli gelembung saja lama sekali. Sudah 1 setengah jam aku menunggu , apa aku pulang saja ya? Mungkin Rania ada keperluan mendadak. Yasudah aku pulang saja daripada nanti mama khawatir menungguku.”
“Hai,” sapa seorang pria .
“Hai juga”
“Pulang sendiri? Dimana temanmu?” Tanya pria itu dengan ramah.
“mungkin ia ada urusan mendadak jadi pulang terlebih dahulu.”
“Maaf, boleh aku mengantarmu pulang? Aku khawatir denganmu.”
Apa makdsudnya? Aku baru mengenalnya tadi. Bahkan namanya pun aku tidak tahu. Ku cerna kembali tawarannya kepadaku.
“Ah maaf jika aku lancing. Aku hanya ingin membantumu pulang. Dan anggap saja tawaranku ini sebagai wujud terima kasih ku kepadamu. Perkenalkan namaku Nauval, rumahku disebelah timur taman ini. Aku pindahan dari Jakarta.”
“namaku Nadine ,rumahku disebelah barat taman ini.”
“kamu mau terima tawaranku.?” Tanya nauval lagi.
“kamu kasihan ya sama aku?”
“kasihan? Tidak, aku hanya ingin berterima kasih kepadamu, dengan tawaran ini. Aku tahu kita baru saja kenal, aku bukan orang jahat. Tenang saja aku tidak menculikmu. Hehehe.”
Aku rasa nauval tulus menolangku. Tak ada perkataan yang terdengar mencurigakan.
“baiklah, aku terima tawaranmu.”
“aku antar naik sepeda ya.”
Aku hanya tersenyum seraya mengindahkan perkataannya.
“Nadine, bolehkan aku menjadi temanmu?”
“ehm, tentu saja boleh, tetapi..”

“mengapa kau menggantung pembicaraan mu?”
“ah. Tetapi apa kau tidak malu berteman dengan orang buta sepertiku?”
“Nadine, tidak baik bicara seprti itu . aku ingin berteman denganmu ikhlas tanpa memandang kekuranganmu.” Jawab nauval dengan tulus.
“terima kasih ,telah menerimaku apa adanya.”
“rumahmu blok apa?”
“B 02/no.01, jalan manggis .”
“B 02/ no.01, sudah sampai. Mari ku tuntun.”
“Assalamu’alaikum.”
“Wa’alaikum salam. Loh kok pulangnya diantar laki-laki?. Rania kemana nad.?”Tanya mama heran melihatku pulang bersama nauval.
“perkenalkan nama saya nauval , lengkapnya Nauval al-aziz bu. Saya tetangga baru disini.”jelas nauval seraya menjulurkan tangannya, dan disambut oleh tangan halus mama.
“oya, saya Zahra , ibu Nadine.”
“bu saya pamit pulang ya. Sebentar lagi azan manghrib,”
“tidak mampir dulu nak.?”tawar mama pada nauval.
“terima kasih ,bu tapi lain kali saja. Saya takut ibu saya khawatir mencari saya.”
“ya sudah tidak apa-apa. Ibu banyak berterima kasih padamu karena sudah mau mengantar Nadine pulang.”
“sama-sama bu, Nadine, aku pamit pulang ya?” Assalamu’alaikum” Ujar Naufal penuh kesantunan.
“Wa’alaikumsalam.” Awabku dan ibu hamper serentak.
Kini hari-hari kulewati bersama Naufal. Dia pria yang baik, lembut,santun serta humoris. Hampir setiap sore Naufal dating kerumahku, terkadang ia membawa bunga mawar putih untukku, mengalunkan dawai biolanya, sungguh kebahagian yang kurasakan.
“Assalamu’alaikum.Nadine..Nak ada berita baik untukmu.”
“Wa’alaikumsalam. Kabar baik apa ma?”
“Tadi mama habis dari rumah sakit, dan pihak rumah sakit mengabarkan bahwa ada seseorang yang ingin mrndonorkan matanya untukmu.” Jelas mama panjanglebar.
“Benarkah? Alhamdulillah terimakasih ya Allah, Kau telah mengabulkan do’a hamba dan mama hamba.”

Ketika hendak menuju kerumah Nadine, tiba-tiba dari arah yangberlawanan menabrak Naufal. Naufal terpental hingga jarak 10km dari tempat kejadian. Disekujur tubuhnya dipenuhi oleh darah segar yang mengalir. Sebelum menghembuskan nafas terakhirnya. Ia berucap :
“Ya Allah, jika ini ajalku maka sampikanlah kepada orang-orang terkasihku bahwa aku menyayanginya. Umi, Abi, Nadine, dan RANIAA.. lailahaillauh.
3 jam kemudian, ditempat lain Nadine sedang besiap-siap untukmelakukan operasi matanya. Sang ibu menanyakan kepada sang suster tentang biodata orang yang menjadi pendonor mata anaknya.
“Sebelumnya ada seorang pasien yang mendonorkan matanya pada anak ibu. Dia adalah Rania Novana, tetapi karena ada salah satu saraf matanya yang tidak berfungsi jadi kami menolaknya.”
“Astaghfirullahaladzim, ya Rabb, Raniaaaaaa….. Lalu siapa pasien yang mendonorkan matanya lagi sus?”
“Pasien itu bernama Naufal Al-Aziz, dia meninggal 2 jam yang lalu, dan dari pihak keluaganya menyampaikan bahwa mendonorkan mata ananya kepada pasien yang benama Nadine Pratiwi adalah suatu amanat.”
“Ya Allah, apakah ini takdirmu, hamba sungguh berterimakasih pada mereka ya rabb, Innalillahiwainalillahirajiun selamat jalan duhai sahabat anakku, semoga engkau damai disisi Allah.
Inilah akhir dari sepenggal kisah pengorbanan seorang sahabat yang rela mengorbankan kebahagiaannya untuku. Terimakasih Rania, Naufal, aku menyayangimu.”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar